Islam yang didasarkan pada al-Quran dan Sunnah memandang penyebaran budaya adalah upaya untuk mengajak masyarakat kepada nilai-nilai tinggi dan menumbuhkan tanggung jawab dalam diri mereka. Salah satu jalan efektif untuk menyebarkan budaya Islam adalah koordinasi antara pemerintah dan ajaran agama.
Maksud dari penyebaran budaya telah dijelaskan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan (UNESCO) pada awal dekade 1980
. Penyebaran budaya diartikan sebagai proses peningkatan kehidupan kultural di masyarakat dan meraih nilai-nilai transenden. Dalam proses itu, semua aspek materi dan spiritual dalam kehidupan individu dan sosial akan mengalami perbaikan dan peningkatan. Pengembangan budaya akan menumbuhkan kemampuan potensi masyarakat dan meningkatkan kreativitas mereka.
Terkait hal itu, budaya Islam memberikan berbagai petunjuk. Jika manusia menjalani kehidupanya sejalan dengan budaya ini, maka manusia akan melangkah dengan benar demi meraih tujuannya dan sekaligus selaras dengan pandangan Islam. Iman kepada Allah Swt adalah prinsip paling mendasar bagi gerak dan kemajuan Islam. Jika antara takwa dan pengendalian diri dipadukan, maka kehidupan manusia di dunia dan akhirat akan terjamin. Dalam surat al-Araf ayat 96, Allah Swt berfirman, "Jikalau sekiranya penduduk di berbagai negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya."
Islam yang didasarkan pada al-Quran dan Sunnah memandang penyebaran budaya adalah upaya mengajak masyarakat kepada nilai-nilai tinggi dan menumbuhkan rasa tanggung jawab dalam diri mereka. Salah satu jalan efektif untuk menyebarkan budaya Islam adalah koordinasi antara pemerintah dan ajaran agama. Dalam pandangan ini, pemerintah harus menciptakan suasana yang mendukung supaya terjadi pertukaran pandangan dalam konteks ketentuan dan aturan Islam. Pemerintah berkewajiban untuk memperluas kapasitas budaya masyarakat di semua aspek kehidupan baik individu maupun sosial, dengan kata lain harus berupaya memperluas budaya.
Nabi Muhammad Saw sejak awal masuk ke kota Madinah telah membentuk pemerintah Islam kemudian memperluas pemerintahannya itu. Beliau menyebarkan ajaran Ilahi ke seluruh dunia melalui jalan tersebut. Terdapat poin penting yang harus diperhatikan dalam metode dan sirah Nabi Saw bahwa tujuan terpenting dari pendirian pemerintahan adalah untuk menciptakan perubahan akhlak individu dan sosial berdasarkan iman kepada Allah Swt dan pahala di hari akhir (kiamat).
Terkait hal itu, Allah Swt berfirman, "Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata." (Al-i-Imran ayat 163)
Rasulullah Saw dan Ahlul Bait as telah memberikan platform yang sesuai guna menumbuhkan budaya manusia. Mereka mengenalkan manusia kepada Tuhan sehingga tercipta kondisi yang mendukung bagi manusia untuk menyerap perilaku yang baik dan menjahui sifat-sifat buruk dan tercela. Mengingat pembenahan manusia adalah awal bagi perbaikan masyarakat, Nabi Saw memandang bahwa perubahan jiwa dan ruh manusia berpengaruh pada perbaikan masyarakat dan dapat menjauhkan mereka dari sifat tercela serta menciptakan kondisi yang sehat. Imam Jafar Shadiq as sebagai tauladan ilmu dan takwa, berkata, "Perilaku baik dan akhlak terpuji dapat memakmurkan kota dan memperpanjang umur manusia."
Poin penting yang perlu diperhatikan adalah bagaimana mengubah karakter dan menyebarkan akhlak mulia ke dalam masyarakat.
Menurut pandangan para ahli psikologi, mengenal baik dan buruk memiliki peran efektif dalam penyebaran akhlak mulia dan memperbaiki perilaku masyarakat. Sebagian perilaku buruk dan tercela muncul akibat kebodohan. Namun perlu kita ketahui bahwa pengetahuan tersebut dapat memperbaiki perilaku masyarakat dan memperluas akhlak yang mulia dengan catatan para cendekiawan, ulama dan pemimpin masyarakat teliti terhadap kebijakan-kebijakannya dan melangkah berdasarkan ilmu dan akhlak yang terpuji, tentunya juga dibarengi dengan praktek terhadap pengetahuan mereka. Jika hal tersebut tidak dilakukan, maka perilaku mereka sama dengan orang-orang yang bodoh.
Imam Ali as berkata, "Seorang ulama yang perilakunya berlawanan dengan ilmunya, maka ia bagaikan seorang bodoh yang mengembara. Ia tidak mengetahui benar dan salah serta tidak akan keluar dari kebodohannya."
Pembenahan diri adalah cara lain untuk mengubah akhlak. Jiwa manusia dari berbagai sisi mengalami perubahan sebagaimana fisiknya. Terkadang banyak perilaku karena sering dikerjakan sehingga menjadi sebuah kebiasaan. Manusia dapat mengubah kebiasaan tersebut dan melangkah sesuai keinginan fitrah sucinya. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Nabi Muhammad Saw saat menyambut sahabatnya pulang dari medan perang melawan kaum kafir dengan kemenangan, menyebut perang tersebut sebagai "Jihad Ashghar" dan beliau menyerukan kepada sahabatnya untuk melakukan "Jihad Akbar", yaitu memerangi hawa nafsu. Rasulullah Saw menjelaskan bahwa Jihad Akbar adalah jihad yang paling tinggi derajatnya.
Tauladan yang baik adalah faktor lain yang mendukung untuk mengubah sifat buruk dan memperluas budaya di masyarakat. Sebab karavan manusia membutuhkan pemimpin dalam meniti jalan kesempurnaan, khususnya jalan menuju kebahagiaan, di mana tauladan tersebut merupakan perwujudan dari semua kabajikan, sehingga masyarakat mencontohnya dan menjadi landasan dalam melangkah menuju tujuan mulia.
Terkait hal itu, kita akan menyinggung surat Imam Ali as kepada salah satu gubernurnya di Basrah. Dalam Nahjul Balaghah disebutkan bahwa Imam Ali as mengkritik Utsman Ibn Hunaif, Gubernur Basrah karena telah menghadiri jamuan orang-orang kaya di kota tersebut, sementara orang miskin tidak mungkin hadir di dalamnya. Imam Ali as menulis, "Ketahuilah bahwa setiap petugas memiliki pemimpin, dan setiap pengikut mengikuti pemimpinnya serta memanfaatkan cahaya ilmunya. Ketahuilah bahwa pemimpinmu telah merasa cukup hanya dengan dua pakain tuanya dan makan hanya dengan dua potong roti jelei."
Dari riwayat tersebut dapat diambil kesimpulan umum bahwa kebahagiaan dan kesengsaraan setiap kelompok masyarakat banyak tergantung pada tauladan yang diberikan pemerintah yang berkuasa. Oleh sebab itu, hal ini dapat menjadi faktor terpenting dalam menyebarkan akhlak dan budaya masyakarat.
Melaksanakan perintah Allah Swt adalah faktor lain bagi kemajuan dan pengembangan budaya Islam baik di masa Nabi Muhammad Saw maupun sesudah masa beliau. Menariknya, di zaman Rasulullah Saw hal itu dilakukan dengan penuh cinta, sebab alat terpenting untuk menyebarkan budaya Islam adalah menciptakan kasih sayang dan kebenaran.
Al-Quran melarang pemaksaan terhadap masyakarat untuk beragama sebagaimana tertera dalam surat Yunus ayat 99, "Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?" Di bagian ayat yang lain, al-Quran dengan jelas menerangkan bahwa tidak ada paksaan dalam beragama.
Terdapat poin penting yang harus diperhatikan bahwa kontribusi masyarakat dalam mengawasi semua aktivitas pemerintah dalam kerangka Islam adalah hal yang sangat ditegaskan. Hubungan timbal balik dan saling mengawasi dapat menciptakan kondisi yang tepat untuk mengembangkan budaya. Berdasarkan prinsip tersebut, kebijakan pemerintah Islam harus didasarkan pada al-Quran dan Sunnah, sehingga masyarakat dapat hidup bersama dengan tenang meski terdapat perbedaan pendapat.
Imam Ali as berkata, kondisi beragama, budaya, sosial, ekonomi dan intelektual masyarakat tidak akan teratur kecuali memiliki pemerintah yang saleh dan memiliki kebijakan yang benar, dan pemerintah seperti itu tidak terwujud kecuali rakyatnya jujur dan memberikan konstribusinya serta komitmen dan membarengi aturan dan agenda pemerintah. (IRIB Indonesia/RA/NA)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar