Translate in :

Senin, 10 Februari 2014

Seruan untuk Jiwa yang Angkuh dan Sombong

Banyak sekali prinsip-prinsip Islam yang menjamin hubungan antar masyarakat dan hak-hak individunya. Secara global, jaminan itu datang dalam bentuk kecaman atas segala hal yang berbau kejahatan, penyalahgunaan wewenang, munculnya sistem kasta dan menunjukkan kebencian dalam masyarakat. 
Kita bisa melihat bagaimana Islam berjuang dengan gigih untuk memerangi berbagai macam penyakit hati dan noda-noda jiwa, dan mungkin yang paling penting dan tidak begitu mendapatkan perhatian kita adalah kesombongan. Rasulullah Saw bersabda mengenai hal ini, “Tidak akan masuk surga orang yang memiliki kesombongan sebesar biji atom di dalam hatinya.” Dikatakan: seseorang suka pakaiannya dan sandalnya terlihat bagus. Kemudian Rasulullah Saw bersabda,
“Bahwa Allah itu indah dan mencintai keindahan. Sementara kesombongan adalah menolak kebenaran dan meremehkan hak-hak manusia." Dalam hadits tersebut juga menunjukkan pentingnya niat. Raghib Isfahani mengatakan, "Kesombongan, keangkuhan dan arogansi sangat berdekatan maknanya. Kesombongan adalah kondisi yang mengkhususkan adanya kekaguman manusia terhadap dirinya sendiri, sehingga ia melihat dirinya sendiri lebih besar dari yang lain. Dan kesombongan terbesar adalah kesombongan terhadap Allah Swt, yaitu tidak menerima kebenaran dan tunduk kepadanya dengan menyembah-Nya."
Tidak ada keraguan bahwa manusia yang sombong adalah orang merasa di atas manusia lain dan tidak pernah mau peduli dengan mereka. Ia akan menghinakannya dan mungkin akan menzhaliminya, karena, mereka dalam pandangannya lebih rendah kedudukannya dibandingkan dirinya. Sangat menarik ketika al-Qur'an mendampingkan kesombongan dengan kejahatan lebih dari satu kesempatan. Allah Swt berfirman, mengenai rakyat Firaun di dua kesempatan (ayat), "mereka berlaku sombong dan mereka termasuk orang-orang yang berbuat jahat.” (QS. al-A’raaf: 133; Yunus: 75). Allah Swt berfirman mengenai orang-orang kafir di akhirat, “Dan adapun orang-orang yang kafir (kepada mereka dikatakan): "Maka apakah belum ada ayat-ayat Ku yang dibacakan kepadamu lalu kamu menyombongkan diri dan kamu menjadi kaum yang berbuat dosa?" (QS. al-Jaatsiyah: 31).
Sesungguhnya sifat ini memiliki dampak yang sangat besar dalam perilaku manusia, dan mungkin pada akhirnya dapat menyebabkan tindakan kejahatan terhadap orang lain. Karena, orang lain di mata orang yang sombong lebih rendah peran dan kedudukannya. Mungkin kisah iblis akan memberikan bukti yang sangat jelas dalam hal ini. Ia berlaku sombong, dan kesombongan ini menggiringnya untuk menolak perintah Allah Swt Yang Mahakuasa, ketika Allah memerintahkannya untuk sujud kepada Adam, lalu ia menolak dan berkata: "Aku lebih baik dari padanya, Engkau menciptakan aku dari api dan Engkau menciptakankannya dari tanah" (Al-A’raaf: 12), dan bukti nyata di sini adalah apa yang diakibatkan dari kesombongan, dimana kesombongan menjerumuskan Iblis pada dosa besar. Orang yang sombong adalah orang yang sakit jiwanya, dan bisa kita prediksikan bahwa ia akan melakukan tindak kejahatan terhadap orang lain.
Al-Quran telah menisbatkan dua kejahatan pada bani Israel, yaitu mendustakan para nabi dan membunuh mereka, dan penyebab langsung dari hal ini adalah kesombongan, Allah Swt berfirman, "Apakah Setiap datang kepadamu seorang Rasul membawa sesuatu (pelajaran) yang tidak sesuai dengan keinginanmu lalu kamu menyombong; Maka beberapa orang (di antara mereka) kamu dustakan dan beberapa orang (yang lain) kamu bunuh? (QS. al-Baqarah: 87). Dengan demikian, tidak mengherankan, jika kemudian kesombongan akan mengarah pada jenis kejahatan terburuk dan berdampak luas. Orang yang sombong berani membunuh para nabi, maka, bagaimana terhadap manusia biasa?
Hal ini tidak mengherankan, orang yang sombong menurut Maidani, "akan menolak kebenaran yang dibawa orang lain dan tidak mau mengakuinya, karena dia tidak ingin tunduk pada yang lain, atau tidak ingin ada orang lain yang melebihi atau menyamainya dalam keunggulan. Ketika ia menemukan kenyataan bahwa orang lain lebih baik darinya, maka tidak ada jalan lain baginya kecuali harus menyembunyikan fakta itu dengan kesombongannya, mungkin dengan cara mengurangi kedudukan orang tersebut atau berperilaku seolah ia berada di atas mereka dalam tindakan dan pekerjaan, sehingga orang-orang akan melihatnya sebagai orang yang memiliki kelebihan. Terkadang, kesombongan akan sampai pada titik terburuk dalam kejahatan, dengan memusnahkan kelebihan orang lain yang tidak dimilikinya atau mungkin membunuh orang tersebut dan memusnahkannya dari kehidupan sehingga ia tidak lagi memiliki pesaing."
Karena itu, kita tidak boleh menutup mata bahwa penyakit kesombongan dan efek negatifnya merupakan dalang di balik berbagai kejahatan yang melanggar keamanan masyarakat, mulai dari pembunuhan hingga pengembangan sistem kasta dalam masyarakat, dan mungkin beberapa fenomena kekerasan masyarakat kembali pada faktor ini.
Secara ringkas kita juga akan menunjukkan dalam kesempatan ini, bahwa penyakit kesombongan adalah faktor dibelakang kekufuran dan pendustaan kaum-kaum terdahulu terhadap para Nabi, Allah Swt berfirman mengenai dakwah nabi Nuh as terhadap kaumnya "Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka (kepada iman) agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jari mereka ke dalam telinganya dan menutupkan bajunya (kemukanya) dan mereka tetap (mengingkari) dan menyombongkan diri dengan sangat." (QS. Nuh: 7); sementara mengenai kaum ‘Ad, Allah Swt berfirman, “Adapun kaum 'Aad Maka mereka menyombongkan diri di muka bumi tanpa alasan yang benar dan berkata: "Siapakah yang lebih besar kekuatannya dari kami?"dan Apakah mereka itu tidak memperhatikan bahwa Allah yang menciptakan mereka adalah lebih besar kekuatan-Nya daripada mereka? dan adalah mereka mengingkari tanda-tanda (kekuatan) kami.”(QS. Fushshilat: 15). Mengenai kisah kaum Tsamud dalam menyikapi dakwah Nabi Shaleh a.s., Allah Swt berfirman, "Pemuka-pemuka yang menyombongkan diri di antara kaumnya berkata kepada orang-orang yang dianggap lemah yang telah beriman di antara mereka: "Tahukah kamu bahwa Shaleh diutus (menjadi Rasul) oleh Tuhannya?". mereka menjawab: "Sesungguhnya Kami beriman kepada wahyu, yang Shaleh diutus untuk menyampaikannya". Orang-orang yang menyombongkan diri berkata: "Sesungguhnya Kami adalah orang yang tidak percaya kepada apa yang kamu imani itu"(QS. al-A’raaf: 75-76).
Demikian pula kaum Nabi Syuaib as, Allah Swt berfirman, "Pemuka-pemuka dan kaum Syu'aib yang menyombongkan dan berkata: "Sesungguhnya Kami akan mengusir kamu Hai Syu'aib dan orang-orang yang beriman bersamamu dari kota Kami, atau kamu kembali kepada agama kami". berkata Syu'aib: "Dan Apakah (kamu akan mengusir kami), kendatipun Kami tidak menyukainya?" (QS. Al-A’raaf: 88)
Mengenai Firaun, Allah Swt berfirman, “Dan Berlaku angkuhlah Fir'aun dan bala tentaranya di bumi (Mesir) tanpa alasan yang benar dan mereka menyangka bahwa mereka tidak akan dikembalikan kepada kami.” (QS. al-Qashash: 39) dan ayat-ayat lainnya. Sementara mengenai umat Nabi Saw, Allah Swt berfirman mengisahkan sikap kaum Quraisy terhadap dakwah Nabi Muhammad Saw dan apa-apa yang diperintahkan Allah Swt kepada mereka, “Katakanlah: "Terangkanlah kepadaKu, bagaimanakah pendapatmu jika Al Quran itu datang dari sisi Allah, Padahal kamu mengingkarinya dan seorang saksi dari Bani Israil mengakui (kebenaran) yang serupa dengan (yang tersebut dalam) Al Quran lalu Dia beriman, sedang kamu menyombongkan diri. Sesungguhnya Allah tiada memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS al-Ahqaaf: 10)
Kesombongan adalah hal yang membuat Qarun berlaku keji dan menindas kaum Mani Musa as. Ia berlaku sombong, angkuh dan tertipu oleh kekayaan yang Allah berikan kepadanya, kemudian ia mengklaim bahwa semua itu ia dapatkan karena hasil jerih payahnya. Allah Swt berfirman, "Sesungguhnya Karun adalah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya: "Janganlah kamu terlalu bangga; Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri". (Al-Qashash: 76).
Di antara mukjizat uslub Al-Quran adalah menjadikan balasan sesuai dengan jenis perbuatan, ketika sifat sombong membuat pemiliknya merasa berada mulia, maka Allah Swt kemudian mendeskripsikan siksaan yang akan diterimanya dengan sifat ‘adzaab muhiin (siksaan yang hina). Kita hampir tidak akan pernah menemukan deskripsi siksaan yang hina kecuali saat berbicara mengenai fenomena kesombongan, sungguh Allah Swt telah menjadikan kesombongan dan keagungan sebagai pakaian-Nya, tidak boleh seorangpun menanggalkannya, kecuali ia akan dihinakan-Nya.
Ini adalah seruan untuk jiwa yang berlaku sombong; rendahkanlah hatimu, ingatlah siapa engkau sebenarnya, dan sejauhmana ketergantunganmu terhadap Tuhanmu. Rasulullah Saw telah bersumpah bahwa siapa yang merendahkan hatinya niscaya Allah akan mengangkat derajatnya. Ya, hendaknya interaksi kita hanya dengan Allah, bukan dengan orang lain. Sesungguhnya masyarakat kita membutuhkan makna-makna kerendahan hati untuk bisa memimpin dan menyebarkan nilai-nilai saling menghormati dan bekerjasama. Sementara jiwa-jiwa yang sombong, tidak akan mendatangkan sesuatu kecuali keburukan.
Oleh: Dr. Muhammad Al-Majali
Dekan Fakultas Hukum Universitas Yordania

Tidak ada komentar:

Posting Komentar