Asma' berkata, "Aku tidak menemukan perempuan yang lebih sopan dari Fatimah. Ia adalah perempuan yang mendapat didikan dari sisi Tuhan. Ketika Tuhan menurunkan sebuah ayat yang meminta masyarakat untuk tidak memanggil Rasul dengan sebutan nama, Fatimah juga dengan penuh sopan memanggil ayahnya dengan sebutan Rasulullah sampai Rasul memberitahu bahwa ayat tersebut tidak berlaku untuknya."
Rasulullah Saw sudah lama berpulang ke pangkuan Tuhan, tapi lorong-lorong di Madinah masih menerbakan semerbak harum kehadiran manusia suci itu dan masjid nabi masih menyimpan kenangan indah yang dilukiskan oleh Rasul Saw. Di samping masjid, rumah Sayidah Fatimah az-Zahra dan Imam Ali as dipenuhi oleh duka dan kesedihan. Kepergian Rasul Saw dari satu sisi, dan kondisi Fatimah as yang sedang terbaring sakit dari sisi lain, telah menambah kesedihan Imam Ali as dan putra-putri beliau. Putri Nabi as sedang menjalani detik-detik terakhir dari kehidupannya. Duka berpisah dengan sang ayah telah merampas ketenangan dan kegembiraan Fatimah as.
Jiwa dan ruh Sayidah Fatimah as sangat tertekan dengan berbagai peristiwa yang terjadi pasca wafat Nabi Saw. Akan tetapi, janji sang ayah telah membuat perempuan suci ini merasa tenang dan lega. Pada saat ajal sudah dekat, Rasul Saw membisikkan sesuatu ke telinga putrinya dan berkata, "Wahai putriku! Engkau adalah orang pertama dari Ahlul Baitku yang akan menyusulku."
Sang suami bersama empat anaknya duduk di dekat tempat pembaringan Fatimah di detik-detik terakhir kehidupannya. Ali as menatap wajah istrinya dengan penuh cinta dan ia teringat akan sabda Nabi Saw yang berkata kepadanya, "Wahai Ali! Fatimah adalah buah jantung hatiku. Aku bersumpah kepada Allah bahwa Fatimah tidak pernah membuatku bersedih." Detik-detik yang penuh keheningan dan kebisuan berlalu secara perlahan, Ali as mengggenggam erat tangan Fatimah as yang panas karena demam dan memutar ulang sebuah kenangan indah yang pernah diucapkan oleh putri Nabi Saw kepada suaminya. Pada waktu itu, Fatimah as berkata, "Wahai Ali! Aku akan bersamamu dalam semua keadaan. Aku akan bersamamu dalam suka dan duka, dalam kesenangan dan kesusahan."
Ali as larut dalam perenungan dan berkata kepada dirinya, 'Fatimah telah melaksanakan ucapan-ucapannya dengan indah.' Putra-putri Fatimah as juga menatap sang ibu dengan linangan air mata dan mengingat kenangan-kenangan indah bersama ibunya. Zainab as mengisahkan bahwa ibunya tidak pernah membiarkan peminta kembali dengan tangan hampa. Sementara Hasan as teringat akan doa ibunya yang dipanjatkan dengan khusyu' di pertengahan malam, sang ibu mendoakan semua orang. Husein as menyaksikan bagaimana ibunya dulu memberi pencerahan kepada masyarakat dengan lisan yang fasih.
Ali as secara perlahan membisikkan sesuatu ke telinga istrinya dan berkata, "Wahai Fatimah! Keberadaanmu memberikan kedamaian. Engkau tidak pernah menyakitiku dan aku melupakan semua kesedihanku setiap kali menatapmu. Sungguh engkau adalah perempuan terbaik umat Muhammad." Fatimah membuka matanya dan menatap suami dan anak-anaknya dengan penuh cinta, seakan ia ingin menyampaikan pesan terakhirnya kepada sang suami yaitu, jagalah anak-anak dengan baik dan kuburlah jasadku di malam hari agar jauh dari penglihatan orang-orang.
Kesedihan kian menyesakkan dada Ali as. Ia bangkit pergi ke masjid untuk berdoa dan bermunajat dengan Tuhannya untuk beberapa waktu. Tidak lama kemudian, ruh suci Fatimah as berpisah dari jasadnya. Ia menengadahkan wajahnya ke langit dan berkata, "Salam sejahtera atasmu wahai Jibril, salam sejahtera atasmu wahai Rasulullah, para malaikat datang kemari dan ayahku bersabda, 'Wahai putriku bergegaslah menujuku, apa yang ada di hadapanmu lebih baik bagimu. Salam sejahtera atasmu wahai ayah dan salam atas janji-janji benar yang engkau sampaikan." Pada saat itu, Fatimah as dijemput oleh malaikat menuju Sang Pencipta.
Ali as semakin tak berdaya ketika tiba di rumah. Dengan menyaksikan jasad Fatimah as, ia berkata, "Tidak ada kebaikan dan kehidupannya di dunia setelah kepergianmu dan aku menangis karena aku takut kehidupanku akan berlangsung lama setelah engkau." Ali as saat itu benar-benar kehilangan. Di hadapan jenazah suci istrinya, Ali as merintih.
Sayidah Fatimah az-Zahra as adalah seorang perempuan mulia yang selalu memberi pencerahan kepada masyarakat. Ia tidak hidup lebih dari 17 tahun, tapi memiliki semua keutamaan kemanusiaan. Sayidah Fatimah as telah mencapai makrifat yang tinggi tentang alam semesta dan Sang Pencipta sehingga ia menjadi simbol kehidupan yang mulia. Pengetahuan tentang Tuhan telah menyatu dalam diri Sayidah Fatimah as dan ia tidak hidup kecuali untuk mencari keridhaan Tuhan. Rasulullah Saw memberi kesaksian tentang kedekatan Fatimah as dengan Tuhan dan beliau bersabda kepada salah satu sahabatnya, "Wahai Salman! Allah telah menjadikan hati dan jiwa serta seluruh wujud Fatimah penuh dengan iman, di mana ia telah membebaskan dirinya dari semua hal demi menghambakan diri dan menaati Tuhan."
Jiwa suci Sayidah Fatimah as telah terbebas dari gemerlap dunia. Rumah Imam Ali as dan Fatimah as jauh dari kemegahan dan fasilitas mewah. Meski demikian, rumah itu dipenuhi dengan cahaya iman dan takwa serta menebarkan spirit untuk menunaikan tugas dan berjuang untuk menegakkan kebenaran. Sayidah Fatimah as adalah seorang yang zuhud, tapi bukan berarti ia meninggalkan dunia, hanya saja ia tidak terjebak dalam tipu daya dunia dan juga tidak terpenjara oleh kemegahannya. Tidak ada perempuan yang sejajar dengan Fatimah as dari segi ketakwaan. Ia mempersembahkan apa yang diperolehnya di jalan Tuhan dan menginfakkan apa yang dimilikinya.
Sikap dan tutur kata Sayidah Fatimah as senantiasa dihiasi dengan akhlak mulia dan salah seorang yang selalu bersamanya, Asma' berkata, "Aku tidak menemukan perempuan yang lebih sopan dari Fatimah. Ia adalah perempuan yang mendapat didikan dari sisi Tuhan. Ketika Tuhan menurunkan sebuah ayat yang meminta masyarakat untuk tidak memanggil Rasul dengan sebutan nama, Fatimah juga dengan penuh sopan memanggil ayahnya dengan sebutan Rasulullah sampai Rasul memberitahu bahwa ayat tersebut tidak berlaku untuknya."
Sayidah Fatimah as mengerahkan semua kemampuannya untuk menyebarkan keadilan dan kebenaran sehingga pelita Islam terang benderang di seluruh penjuru dunia. Ia memiliki semangat rasa tanggung jawab yang tinggi. Fatimah as mengetahui bahwa kehidupan dengan segala suka-dukanya, merupakan sebuah kesempatan untuk melaksanakan tugas Ilahi. Manusia beruntung adalah mereka yang mengetahui tugasnya dengan baik dan melaksanakannya. Mengamalkan tugas tentu saja membutuhkan pengetahuan dan kearifan. Fatimah as memahami tugas-tugasnya dengan baik dan berusaha maksimal untuk menunaikannya.
Mengenai kebesaran Sayidah Fatimah as, Rasulullah Saw bersabda, "Keimanan kepada Allah melekat dalam hati dan jiwa mendalam az-Zahra yang mampu menyingkirkan segalanya saat beribadah kepada Allah. Fatimah adalah bagian dari hati dan jiwaku. Barang siapa yang menyakitinya sama halnya ia menyakitiku dan membuat Allah tidak rela." Dalam hadis lain, Rasulullah Saw bersabda, "Putriku yang mulia, Fatimah adalah pemimpin perempuan dunia di seluruh zaman dan generasi. Ia adalah bidadari berwajah manusia. Setiap kali Fatimah beribadah di mihrab di hadapan Tuhannya, cahaya wujudnya menyinari malaikat. Layaknya bintang-gemintang yang bersinar menerangi bumi."
Keutamaan dan keistimewaan yang dimiliki Sayidah Fatimah as bukan hanya disebabkan ia adalah putri Rasulullah Saw. Apa yang membuat pribadinya menjadi begitu luhur dan dihormati, lantaran akhlak dan kepribadiannya yang sangat mulia. Di samping itu, kesempurnaan dan keutamaan yang dimiliki Sayidah Zahra as mengungkapkan sebuah hakikat bahwa masalah gender bukanlah faktor yang bisa menghambat seseorang untuk mencapai puncak kesempurnaan. Setiap manusia, baik laki-laki maupun perempuan, memiliki potensi yang sama untuk meraih kesempurnaan.
Kepribadian Sayidah Fatimah as yang begitu mulia, baik secara personal, maupun di lingkungan keluarga dan sosialnya menjadikan dirinya sebagai manifestasi nyata nilai-nilai Islam. Ia adalah manusia teladan, seorang istri dan ibu yang penuh pengorbanan. Ia adalah teladan manusia sempurna yang seluruh wujudnya penuh dengan cinta, iman, dan makrifat. (FIPMI/IRIB)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar